Minggu, 13 November 2016

HARUSKAH KITA TERUS BERPECAH?

BI RAHMATIKA YA RABB

Alkisah, seorang hamba diadili di Mahkamah Allah Swt. Ia membawa serta amal salehnya. Timbangan kebaikannya melebihi perbuatan buruknya. Ia layak masuk surga. Tiba-tiba, di seberang sana, ia melihat keluarganya digiring ke neraka.
Hamba ini terkejut. Ia meminta tangguh, dan berkata kepada Tuhan: "Ya Allah, aku beramal di dunia juga karena dan untuk mereka." Lalu terjadilah negosiasi. Kemudian Tuhan memindahkan sebagian besar amal si hamba untuk menolong keluarganya. Barangkali itulah yang disebut syafa'at. Begitu rupa, sehingga tak tersisa cadangan amal saleh pada si hamba.
Berkatalah Tuhan kepadanya: "Fa bi maa tadkhulu aljannah?" Lalu dengan apa kau akan masuk Surga?" Hamba itu menjawab, "fa bi rahmatika Ya Rabb" dengan kasih sayangmu jua duhai Tuhanku"... Tuhan tersenyum, dan akhirnya dimasukan-lah mereka semua ke surga!...


HARUSKAH KITA TERUS BERPECAH?
Saya melihat banyaknya berita tentang kerusuhan, tawuran, dll., entah itu antar supporter, antar sekolah, antar organisasi, dan masih banyak lagi. Itu semua sudah membuat sedih mengingat tentang kemerdekaan yang kita raih. Saya tahu problema ini tak semata-mata hanya ada di Indonesia, tapi juga di negara lain.
Namun marilah kita pikirkan, kita semua kini berada di dalam satu negara, bukan daerah-daerah kecil dan/atau kerajaan-kerajaan yang terpisah seperti dulu lagi. Soal kekacauan di negara lain, kita kesampingkan dulu saja. Apakah kemerdekaan negara ini hanya semata-mata untuk menyingkirkan penjajah agar kita bisa hidup enak?
Kemudian, apakah kita bukan orang-orang berbudi dan berakhlak? Ataukah kita masih terpaku oleh daerah kita? Hingga saudara setanah air kita yang berbeda dengan kita harus kita habisi? Padahal para pendahulu kita bersatu padu untuk mengusir penjajah dan menegakkan kemerdekaan... Bayangkanlah! Kita sudah lupa dengan jati diri kita sebagai orang Indonesia yang tidak lepas dengan penderitaan.
Kita menderita kini bukan hanya karena pemerintah (masih banyak di antara kita menyalahkan pemerintah... miris!), tetapi juga karena kezhaliman diri kita sendiri. Kita sama-sama punya penderitaan, namun apakah penderitaan itu menyatukan kita di masa kini? Tidak, sama sekali tidak! Kita justru malah saling serang satu sama lain, entah secara fisik, psikis, dll.
Padahal para pendahulu kita bersatu padu karena penderitaan yang disebabkan oleh penjajahan... Bayangkanlah! Haruskah kita semua dijajah lagi seperti pada zaman Belanda dan Jepang, agar kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pendahulu kita? Agar kita dapat mengerti betapa pentingnya persatuan dan kesatuan? Tidak cukupkah berita-berita kerusuhan di berbagai media itu membuka mata hati kita?
Tak usah menyalahkan orang lain, kita introspeksi diri saja. Kalau masih ada yang belum sadar, sadarkanlah mereka, dan doakan agar mereka mendapatkan hidayah. Kalau kita membalas kebencian dengan kebencian, maka kita semua pasti akan hancur. Saya tidak berbicara sebagai satu kelompok kedaerahan, karena kita semua sejatinya sudah menjadi satu, yaitu bangsa Indonesia.
Maka, marilah kita semua berhenti bermusuhan dan mulai mengubur kebencian dan bersatu padu! Sebab firman Tuhan ini masih berlaku. Titah-Nya abadi. "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali-Imran: 103)"
Tulisan kiriman: Taufan Atalarik

KETAATAN DAN DOSA
Ibnu Athoillah as-Sakandary menuliskan kalimat-kalimat ini di dalam kitabnya al-Hikam:
ربما فتح لك باب الطاعة وما فتح لك باب القبول وربما قضى عليك بالذنب فكان سبباً في الوصول
Terkadang Dia membukakan untukmu pintu ketaatan,
tapi Dia tidak membukakanmu pintu penerimaan,
dan terkadang Dia menetapkan dosa atasmu,
kemudian hal itu menjadi sebab sampainya dirimu kepada-Nya
Yang sudah taat tidak boleh sombong karena ketaatan belum bermakna tanpa penerimaanNya.
Ketaatan adalah kewajiban hamba, sedangkan diterima atau tidaknya amal kita adalah hak prerogratif Alloh. Pada saat yang sama, yang bergumul dengan dosa, jangan pernah putus asa, karena setiap tetes air mata penyesalan adalah cara Allah memanggil kita kembali ke jalan-Nya
Boleh jadi perbuatan dosa yang kita lakukan adalah jalan bagi kita menemukan kembali kasih sayang dan ampunanNya...
Itulah sebabnya Ibn Athoillah melanjutkan dengan bait berikutnya:
فمعصية أورثت ذلا و افتقارا خير من طاعة أورثت عزا واستكبارا
"Kemaksiatan yang melahirkan sikap hina dina di hadapan Alloh
itu lebih baik ketimbang ketaatan kepada Alloh yang melahirkan sikap merasa mulia dan sombong."
Selalu ada cara bagi Alloh membuat hati ini meleleh karena terus menerus kita berharap terbukanya pintu penerimaan sekaligus pintu pertobatan...... .!!!
Kiriman: Daeng Jalling
Pesannya: Ya ampun.. ketiduran.. subuhku telat (dalam hati), lebih baik ketimbang.. Alhamdulillah ya.. masih bisa qiyamul lail.. keep istiqomah (status facebook)...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar