Jumat, 18 Maret 2016

MEWASPADAI GENERASI “IBNU MULJAM”

Sebuah Perenungan & Pencerahan
Untuk Aku & Dirimu

Ali bin ABi Thalib gugur sebagai syahid pada waktu subuh, tanggal 7 Ramadhan akibat tebasan pedang salah seorang anggota sekte Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam Al Murodi. Uniknya sang pembunuh ini melakukan aksinya sambil berkata, “Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”

Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksi bejadnya ini Ibnu Muljam juga tidak berhenti mulutnya mengulang-ulang ayat 207 surat Al Baqarah yang artinya, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” Tatkala khalifah Ali bin ABi Thalib akhirnya gugur, Ibnu Muljampun akhirnya dieksekusi mati dengan cara di qishas.

Proses qishasnya pun bisa membuat kita tercengang. Karena saat tubuhnya telah diikat untuk di penggal kepalanya, ia masih sempat berpesan kepada Algojo yang mendapat tugas melakukan eksekusi, “Jangan penggal kepalaku sekaligus. Tapi, potonglah anggota tubuhku, sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Demikianlah keyakinan Ibnu Muljam yang berpendapat bahwa membunuh Ali bin Abi Thalib, yang nota bene salah satu sahabat yang dijamin masuk surga, menantu (suami Sayyidah Fathimah) dan saudara sepupu Rasulullah dan ayah dari Hasan dan Husein, dua pemimpin pemuda ahli surga. Aksi yang dilakukan oleh Ibnu Muljam ini adalah realitas pahit yang kita lihat pada kehidupan ummat Islam sekarang. Dimana diantara para pemuda kita terdapat kelompok yang giat melakukan provokasi, untuk membunuh kaum muslimin yang tidak berdosa. Hanya beda firqoh.

Kelompok ini menggunakan intimidasi dan aksi kekerasan sebagai strategi perjuangan mereka. Merekalah yang disinyalir Nabi dalam sabdanya “Akan ada para lelaki yang membaca Al Qur’an tanpa melampaui tulang selangka mereka. Mereka telah keluar dari agama laksana keluarnya anak panah dari busur.”

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin. Ibnu Muljam sejatinya adalah figur lelaki yang tidak buta sama sekali terhadap ilmu agama. Di jidatnya terlihat dengan nyata jejak sujud. Ia juga hapal Al Qur’an dan sekaligus sebagai guru yang berusaha mendorong orang lain untuk menghafalkannya.

Umar bin Khatthab pernah menugaskannya ke Mesir demi mengabulkan permohonan Amr bin Ash yang memohon kepada beliau untuk mengirim ke Mesir figur yang hafal Al Qur’an untuk mengajarkannya kepada penduduk Mesir.

Tatkala ‘Amr bin ‘Ash meminta, “Wahai Amirul mukminin, kirimkanlah kepadaku lelaki yang hafal Al Qur’an untuk mengajari penduduk Mesir“ Umar menjawab, “Saya mengirimkan untukmu seorang lelaki bernama Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Al Qur’an yang aku prioritaskan untukmu dari pada untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al Qur’an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia…!.”

Meskipun Ibnu Muljam hafal Al Qur’an, bertaqwa dan rajin beribadah namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya dan berafiliasi dengan sekte Khawarij, yang telah meracuni para pemuda muslim sehingga melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Namun justru mengklaim semua itu dalam rangka membela ajaran Allah dan Rasulullah.

Bercermin dari figur Ibnu Muljam tentu kita tidak perlu merasa aneh jika sekarang muncul kelompok-kelompok ekstrim yang mudah memvonis kafir terhadap sesama muslim yang berbeda pandangan, melakukan tindakan yang sama persis yang dilakukan oleh Ibnu Muljam. Mereka mengklaim berjuang menegakkan agama Allah namun faktanya justru menebar ketakutan kepada ummat Islam.

Oleh karena itu, menjadi tugas bersama para ulama dan umaro’ untuk membentengi kaum muslimin di Indonesia dari ide-ide keagamaan yang destruktif yang dikembangkan oleh generasi pewaris Abdurrahman bin Muljam dan untuk berusaha keras menghalangi siapapun yang ingin menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kelompok-kelompok neo khawarij yang militan namun miskin referensi.

sumber :
http://pcnukendal.id/2016/04/15/mewaspadai-generasi-ibnu-muljam/

Hadis Nabi Ini Kalau Bukan Untuk Salafi, Lalu Untuk Siapa...???
==============================================
.
Ada hadis Nabi SAW yang jelas-jelas merujuk kepada kelompok yang sekarang ini membajak nama Salaf, dengan sebutan Salafi mengikuti aqidah Tauhid ala Muhamad Ibn Abdul Wahab An-Najed, yang meyakini Allah Ta’ala memiliki dua tangan.
.
Hadis nabi SAW jika bukan untuk kelompok Salafi lalu untuk siapalagi? Silahkan dicermati baik-baik.
.
Lalu Rasulullah Saww bersabda:”Akan datang suatu kaum kelak seperti dia, baik perkataannya, tapi buruk kelakuannya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk. Mereka mengajak kepada Kitabullah, tetapi mereka sendiri tidak mengambil darinya sedikitpun. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melebihi kerongkongannya . Kalian akan mendapatkan bacaan Al-Qur’an mereka lebih baik dari kalian dan shalat dan puasa mereka lebih baik dari kalian. Mereka akan melesat meninggalkan Islan sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Mereka mencukur kepala serta mencukur kumisnya, pakaian mereka hanya sebatas setengah betis mereka.“
.
Coba difikirkan, golongan mana yang paling tepat sesuai dengan deskripsi hadis diatas selain “Salafi”...?
.
Hadis diatas jelas-jelas merujuk ke Salafi Wahabi, saya akan paparkan dua hal esensi dari Hadis ini yang amat cocok dengan Salafi.
.
Dari segi kelakuan:
.
Hadis ini mengatakan bahwa kelompok tersebut, mereka mengajak kepada kitabullah, bacaannya baik dan shalatnya luar biasa.
.
Nah bukankah hal tersebut sudah kebiasaan orang yang mengaku Salafi? Mereka sering baca Quran mengajak kembali ke Kitabullah dan shalatnya bagus. Akan tetapi? Mereka begitu dungu dan berteman dengan kafir.
.
Dari segi penampilan:
.
Hadis itu mengatakan bahwa mereka mencukur rambut dan kumis, dan pakaiannya sebatas betis.
.
Kelompok mana yang sering cukur rambutnya, cukur kumis dan pakaiannya sebatas betis (alias cingkrang), kalau bukan salafi wahabi?
.
Jadi saudara-saudara ku yang kini tengah giat ikuti pelatihan-pelatihan (Dauroh) kalian sebenarnya sedang mengikuti ajaran yang Rasulullah mengecamnya.... Miiiikiiir ...Wahabi oh Salafi Palsu.



Keagungan Imam Ali salamullahu alaihi

Keputusan Komisi Hukum PBB 2002 untuk Imam Ali as
Oleh: Hasan bin Farhan Al Maliki

Sebelum satu dekade silam, Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengumumkan, dan dengan bangga, bahwa Komisi Hak Asasi Manusia di New York mengeluarkan keputusan historisnya pada tahun 2002 yang menyatakan, “Khalifah kaum Muslimin Ali bin Abi Thalib adalah penguasa paling adil sepanjang sejarah manusia.” Keputusan itu didasarkan pada dokumen setebal 160 halaman.
Bertahun-tahun kemudian, Komisi Hukum PBB merilis pesan Ali bin Abi Thalib kepada wakilnya di Mesir, Gubernur Malik Al-Asytar, “Wahai Malik, sesungguhnya manusia itu ada dua tipe: Jika dia bukan saudaramu seagama, dia saudaramu dalam kemanusiaan.” Setelah melewati berbagai diskusi dan kajian, akhirnya pesan itu masuk nominasi untuk dijadikan salah satu sumber hukum dunia. Puncaknya pemungutan suara memutuskan pesan itu sebagai salah dasar hukum positif.
Dan tidak lama kemudian, saya mendengar seorang profesor yang menceritakan tentang perjalanannya ke Cina dipandu seorang aktivis yang memiliki lembaga sosial. Saat profesor itu berjalan di jalan raya, sang pemandu menunjukkan padanya sebuah bangunan tingkat tinggi yang di sisinya tertulis ungkapan berbahasa Cina. Kalimat ini, kata sang pemandu, menjadi slogan hidup masyarakat. Dan katanya, pernyataan ini berasal dari pria Arab. Sang profesor pun kemudian mencatatnya.
Lalu saya bertanya pada sang profesor: “Apa bunyi ungkapan itu dan siapa pria yang mengatakannya?”
Dia pun menjawab bahwa sumber ungkapan itu adalah pria yang Anda sebut dengan nama Ali bin Abi Thalib dimana dia pernah berkata, “Seandainya kemiskinan berwujud manusia, maka aku akan membunuhnya.”

Jika kita memeriksa koleksi perpustakan kongres AS di Washington dan membaca buku berjudul Lost History: The Enduring Legacy of Muslim Scientists karya penulis kontemporer Amerika, Michael Hamilton Morgan, maka kita akan menemukan kekagumannya yang luar biasa terhadap kebijaksanaan seorang penguasa bernama Ali bin Abi Thalib. Hal itu tercermin ketika Morgan menjelaskan surat-surat Ali pada gubernur-gubernurnya, di antaranya surat panjang dia kepada Malik Al Asytar di Mesir. Surat-surat itu menekankan pada mereka untuk memperlakukan warganya yang non-Muslim dengan semangat keadilan dan kesetaraan dalam hak dan kewajiban.
Penulis asing ini memandang dengan refleksi yang jujur tentang prilaku terpuji khalifah yang dibingkai dengan keutamaan-keutamaan akhlak itu. Menurutnya, prilaku mulia itu meletakkan Ali dalam sejarah kemanusiaan dari pintu yang lebih luas.
Demikian juga jika kita dalami pembahasan ini, kita akan dapatkan Imam Ali sebagai simbol kepribadian sekaligus pendekatan ilmiah yang diajarkan di kebanyakan negara-negara di dunia.
Namun, ketika kita meminta mahasiswa di negara-negara Islam manapun untuk menengok kembali pada periode kekhalifahan dan bertanya tentang sosok Ali, maka jawabannya tidak lebih dari apa yang diajarkan dalam buku-buku sejarah yang ada. Yaitu bahwa Ali adalah anak paman Nabi, menantu Nabi, khalifah keempat, sahabat yang termasuk dalam 10 yang dijamin masuk surga, prajurit pemberani di medan tempur, dan hanya sampai di situ?!
Maka, apakah tidak layak sosok Ali yang ada sekitar 110 ayat Al Qur’an terkait dengannya, menambah halaman-halaman buku sejarah Islam untuk memperkenalkan sosok ini kepada anak-anak kita?! Tentang kemanusiaan sosok ini, tentang kontribusinya yang kaya, tentang pembelaan dan kesyahidannya untuk menegakkan kalimat ‘tiada Tuhan selain Allah’, dan suatu hakikat Islam manusiawi?! Tidakkah mereka layak mendapat pelajaran dan hikmah dari sosok ini yang dapat membantu mereka dalam membangun dasar yang benar sebagai representasi kebenaran nyata ajaran Allah Swt?!
Sayangnya, Ali bin Abi Thalib yang sengaja dilaknat selama lebih dari 60 tahun di mimbar-mimbar kaum Muslim di awal periode Islam itu dan sengaja disembunyikan cahayanya yang menerangi berbagai sistem yang buruk oleh para penguasa lalim saat itu masih terus terasa hingga kini.
Akhirnya, pertanyaan saya pada semua pihak yang berkepentingan, siapa yang bertanggung jawab atas penyembunyian sosok Muslim yang berharga ini dari lembaran-lembaran sejarah Islam?!