Senin, 29 Agustus 2016

Fathimah - Ali dan Sri Sadana

Siang itu, di Yastrib yang panas, seorang buruh sedang bekerja di kebun seorang Anshar. Buruh ini, pemuda 21 tahun, dengan susah payah, dibantu untanya, mengangkut air untuk menyirami pepohon kurma. Wajahnya dibasahi keringat.
Setelah usai bekerja, ia duduk, bersandar pada pohon kurma. Angin sepoi-sepo meniup pelepah kurma yang kering, membuatnya menari dengan tenang. Pemuda itu terdengar menggumamkan doa yang pernah dipanjatkan Nabi Musa 'alaihi salam ketika terdampar di tanah Madyan. "Tuhanku, sungguh aku sangat memerlukan kebaikan dari sisi" (QS al Qashash:24)
Dari kejauhan, 2 orang mendekat, segera ia mengenali keduanya: Abu Bakar dan Umar, sahabat Nabi. Mereka berdua tersenyum.
"Wahai Ali," kata Abu Bakar, "tak satupun perkara baik, kecuali engkau paling cepat melakukan. Hubunganmu dengan Rasul dari sisi kekeluargaan, kedekatan serta masa lalu bukanlah rahasia bagi semua orang. Denga semua tu, mengapa engkau tidak mendatangi Rasul dan meminang Fathimah?"
Umar tanpa basa-basi menambahkan, "Ya Ali.. para pembesar Quraisy, berebut mengingkan Fathimah sebagai istri, tetapi Rasulullah menampiknya. Aku berfikir, beliau menahan-nya disebabkan oleh dirimu"
"Wahai Ali, mengapa engkau seakan menjauhi perkara ini" sambung Abu Bakar.
Pemuda itu, yang ternyata Ali ibn Abi Thalib, berbisik dengan mata nanar. "Demi Allah, sungguh Fathimah layak untuk diinginkan, namun kemiskinan menghilangiku untuk memintanya. Tak ada padaku, kecuali satu pedang, baju besi dan unta ini"
"Dunia disisi Rasulullah itu seperti debu, jangan takut, pinanglah Fathimah untuk dirimu." ujar Abu Bakar menguatkan.
Mekarlah harapan di hati pemuda Ali ini. Ia lalu menuju wadi (oase) didekat situ, membasuh mukanya, berwudlu. sejuknya air, mengalirkan ketenangan dalam jiwanya, semangatnya tumbuh.
****
Sore itu, Rasulullah duduk di kamar Ummu Salamah. Terdengar beberapa ketukan pintu, Ummu Salamah bertanya, "Siapa?"
Rasulullah - yang mata bathin-nya senantiasa terjaga - berkata, "Bukakan pintu itu Ya Ummu Salamah, tamu kita ini adalah pemuda yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Ummu Salamah membuka pintu, sang tamu diam beberapa saat hingga istri Rasulullah masuk ke dalam kamarnya.
"Salam bagimu Ya Rasulullah"
"Salam bagimu, wahai Ali, ada apa gerangan engkau datang kemari"
Aduhai..dihadapan keagungan Rasulullah, tamu kita ini hanya diam, malu mengepung perasaanya. butiran keringat tampak di dahinya. kata-kata yang sudah ia susun untuk diutarakan terasa macet di kerongkongannya. Melihat itu, Rasulullah tersenyum, beliau paham apa yang sedang bergelora di hati pemuda Ali ini. dengan tetap tersenyum, beliau berkata, "Wahai Ali, Engkau datang kemari tentu ada keperluan, nah katakanlah apa keperluanmu?"
Tak henti-henti pemuda itu berdzikir menyebut nama Tuhan dalam relung jiwanya, memohon kekuatan. Maka inilah kata-kata yang meluncur dari lisan Pemuda Ali, "Wahai Rasulullah, semoga Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu. sungguh engkau mengambilku dari pamanmu Abu Thalib sejak aku masih kecil. Engkau memberika makanan dengan makananmu. Engkau mendidikku dengan didikanmu. Denganmu dan lewat tanganmu, Allah memberikan aku petunjuk. Demi Allah, engkau adalah sandaranku dan bekalku di dunia dan akhirat. Wahai Rasulullah, sungguh aku suka dengan apa yang Allah teguhkan untuk membantumu. Adalah baik kiranya, aku mempunyai rumah dan memiliki istri agar aku hidu tentram bersamanya. Maka kedatanganku kemari, aku datang kepadamu, untuk meminang putrimu Fathimah. Apakah engkau bersedia menikahkanku dengannya ya Rasulullah?"
Raut Rasulullah tampak bersinar. Ia memohon izin menemui Fathimah di bilik Ummu Salamah. Ia berkata pada putrinya, "Duhai Fathimah, sungguh Ali telah menyebut namamu dan kamu tentu kenal dia. Kini dia datang meminangmu, apa pendapatmu?" Fathimah menundukan kepala. Rasa malu singgah di hatinya. Wajahnya merona, tetapi senyumnya tak mampu ia sembunyikan dihadapan Ayah-nya.
Rasulullah bergembira, "Allahu Akbar, diamya adalah tanda menerima". Beliau lalu kembali, menemui Pemuda Ali, calon menantunya, lalu sabdanya, "Wahai Ali, apakah engkau memiliki sesuatu untuk menjadi mas kawinnya?"
Pemuda Ali menjawab, "Demi Allah, engkau telah mengetahui apa yang aku miliki hanyalah sebilah pedang, baju perang, dan seekor unta."
"Wahai Ali, pedangmu kamu perluka untuk berjihad dijalan Allah, untamu kamu gunakan untuk mengangkut air, keluargamu dan membawa barangmu diperjalana. Aku nikahkan engkau dengan baju perang sebagai mas kawin-nya dan aku merestuimu!"
***
Pemuda Ali kemudian menjual baju perangnya, dan dibeli - dengan harga 400 dirham - oleh Utsman bin Affan, sahabat nabi. Dengan 400 dirham itulah, keperluan "hantar-hantaran" pernikanan Fathimah binti Muhammad saaw dan Ali bin Abi Thalib dilangsungkan. Madinah gembira dengan pernikahan putri Nabi mereka. Kelak, dari pernikahan ini lahir "dua biji mata" Rasulullah, Hasan dan Husain. Dan dari Hasan Husain-lah kelak, terlestari-lah, keturunan Rasulullah hingga akhir zaman yang tersebar dari laut hitam hingga samudra pasifik.
***
Leluhur-leluhur kita dahulu, mengabadikan "keberkahan pernikahan" Fathimah dan Ali bin Abi Thalib dengan sebuah ruangan dalam tata ruang bangunan jawa, yang bernama "senthong tengah". Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. "Senthong tengah" adalah ruangan untuk samadhi, sholat, meditasi atau berdoa.
Tempat ini juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga penghuni rumah. di pintu masuk "senthong tengah" ini biasanya ada "loro-blonyo", patung pasangan raja-ratu atau pasangan Bethara Kamadjaja dan Dewi Kamaratih, disebut juga Karonsih, atau disebut juga Sri-Sadana atau Sadana-Sri. Sadana mengacu pada kekeramatan Sadana Ngali atau Saidina Ngali. Sedangkan Sri atau Shri mengacu pada kekeramatan Dewi Sri Pertimah atau Pertiwi. Putri Kanjeng Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fatimah Az-Zahra. Dengan mengambil keberkatan Sri-Sadana - begitu orang jawa percaya - rumah mereka akan ayem tentrem, kalis nir sambi kala.

Sumber: GM / 35 tahun/ warga transmigran/ penawar aji, tulang bawang, lampung.

Minggu, 28 Agustus 2016

Wahai anak Adam...

Wahai anak Adam...

Aku jadikan untukmu tempat yang kokoh dalam rahim ibumu, Aku tutupi engkau dengan selaput agar tidak merasa sakit (karena himpitan rahim), Aku jadikan wajahmu menghadap ke punggung ibumu, supaya bau makanan tidak menyengatmu, serta Aku jadikan engkau bisa bersandar ke kanan dan ke kiri, di sebelah kanan engkau bisa bersandar ke hati, di sebelah kiri engkau bisa bersandar ke limpa. Aku ajari pula engkau berdiri dan duduk dalam perut ibumu,
Apakah selain Aku mampu melakukan itu?!

Ketika engkau telah menghabiskan waktumu di dalam rahim, Aku kirim kepadamu malaikat petugas rahim. Lalu ia mengeluarkanmu diatas bulu sayapnya. Ketika itu engkau belum memiliki gigi yang bisa menggigit, tangan yang bisa menyerang dan kaki yang bisa berjalan.
Aku julurkan dua pembuluh halus dalam dada ibumu, dari situlah susu hangat mengalir untukmu di musim dingin dan susu dingin di musim panas.

Selanjutnya Aku limpahkan rasa cinta kepadamu dalam hati ayah dan ibumu Karena itu keduanya tidak tidur sampai engkau memejamkan mata dan tidak makan sebelum engkau kenyang.


Saat fisikmu telah kuat dan punggungmu telah kokoh, kau bermaksiat kepada-Ku, kendati begitu jika Engkau kembali kepada-Ku niscaya Aku menerimamu dan jika engkau memohon ampunan-Ku niscaya Aku ampuni.