Selasa, 17 Mei 2016

Alasan Menyedihkan Gagal Memahami Syiah

Syiah adalah salah satu madzhab Islam yang diakui oleh mayoritas ulama besar dan otoritatif dalam Islam (termasuk ulama besar Indonesia, misalnya, lihat di sini) dalam beberapa konferensi ulama internasional: setidaknya sejak 1950-an digagas oleh Syaikh Mahmud Syaltut dan para ulama besar al-Azhar (lihat: taghrib.org), Deklarasi Amman 2005 (lihat: www.ammanmessage.com), Deklarasi Makkah 2006, hingga Deklarasi Bogor 2007.

Namun, ironisnya, Syiah menjadi salah satu madzhab Islam yang sering kali gagal dipahami oleh sebagian umat Islam, sehingga kerap dituduh sesat dan penganutnya mendapat diskriminasi dan bahkan kekerasan oleh saudaranya se-Muslim. Berdasarkan amatan penulisnya, tulisan ini hendak memaparkan beberapa penyebab yang menjadikan sebagian umat Islam gagal memahami Syiah.
Pertama, Syiah gagal dipahami karena ilmu mereka tentang Syiah adalah ilmu per-konon-an. Tahu syiah dari konon katanya. Mereka mengetahui dan memahami Syiah justru dari “konon-konon” yang tak memiliki jejak dan landasan naqly maupun aqly, melainkan sebatas selentingan-selentingan yang tak jelas sumbernya.
Kedua, Syiah gagal dipahami karena ilmu mereka tentang Syiah didapat dari orang atau buku non-Syiah atau bahkan pembenci Syiah. (Ingat, di zaman nabi terdapat para pembenci Ahlulbait Nabi SAW atau Syiah Ali). Sehingga, ilmunya tentang Syiah datang dari sumber sekunder yang belum valid kebenarannya atau bahkan berdasarkan dari fitnah-fitnah para pembenci Syiah. Oleh karena itu, penulis menyarankan bagi Anda yang ingin mengetahui Syiah dari ulama dan buku Syiah sendiri, bacalah “Buku Putih Syiah” (baca bukunya versi PDF di sini).
Ketiga, Syiah gagal dipahami karena ilmu mereka tentang Syiah didapat atau didasarkan pada orang atau buku yang bukan ulama atau rujukan sah (muktabar) Syiah. Oleh karena itu, lagi-lagi, penulis menyarakankan bagi Anda yang ingin tahu Syiah dari ulama atau buku muktabar Syiah, bacalah “Buku Putih Syiah” yang ditulis oleh tokoh Syiah Indonesia berdasarkan pendapat ulama-ulama dan sumber-sumber muktabar Syiah.
Keempat, Syiah gagal dipahami karena ilmunya tentang Syiah berasal atau berdasarkan dari orang atau buku klasik atau kontemporer Syiah yang tak muktabar dan tak mewakili pendapat umum, mainstream dan muktabar Syiah, yang itu bahkan sebagian besar telah diklarifikasi oleh ulama atau ‘pun buku klasik maupun kontemporer yang muktabar dan mewakili pendapat umum, mainstream dan muktabar Syiah.
Dalam kasus ini, yang paling populer, misalnya, soal tuduhan penghinaan atas Sahabat dan Istri Nabi SAW yang (mungkin) ada di buku-buku klasik atau kontemporer Syiah atau disampaikan ulama klasik maupun kontemporer Syiah tetapi sudah difatwakan secara serentak oleh seluruh ulama otoritatif dan muktabar Syiah bahwa Sahabat, Istri Nabi SAW dan segala sesuatu yang dimuliakan oleh umat Islam dari berbagai kalangan (Sunni, dll) wajib juga dihormati oleh Muslim-Syiah di mana ‘pun dan kapan ‘pun. Lihat fatwa tersebut di sini.
Kelima, Syiah gagal dipahami karena niat membaca, mendengar ceramah, berdiskusi dan belajar Syiahnya sudah salah, yakni berdasarkan kebencian. Sehingga kegiatan pembelajarannya atas Syiah sejak awal memang diniatkan untuk mencari-cari kesalahan Syiah untuk kemudian dijadikan dalil menyesatkannya.
Keenam, Syiah gagal dipahami karena penjelasan atau pendapat ulama Syiah muktabar tentang Syiah yang tak sesuai dengan harapan para pembenci Syiah itu disebut sebagai trik taqiyah (menyembunyikan ke-Syiah-annya) semata untuk alasan keamanan mereka. Sehingga semua penjelasan dan pendapat itu ditolaknya karena dinilai trik atau bahkan kebohongan belaka.
Ketujuh, Syiah gagal dipahami karena sejak awal (yakni sejak belum tahu) telah lebh dulu meyakini bahwa Syiah adalah madzhab sesat. Jadi, ia akan menolak penjelasan atau pengetahuan yang tak sesuai denga keyakinannya yang tak berdasar itu.
Kedelapan, Syiah gagal dipahami karena mereka tak memahami Islam dan ilmu Islam secara utuh. Sebab, jelas-jelas, sejarah mencatat Syiah sebagai salah satu madzhab Islam, bahkan yang tertua, yang ajarannya tak menyimpang dari Islam. Adapun perbedaannya dengan Sunni hanya pada masalah cabang-cabang Islam (furu’), sebagaimana perbedaan antara Sunni-Syafi’i dan Sunni-Hambali, misalnya.
Kesembilan, Syiah gagal dipahami karena mereka tak tahu bahwa dalam Syiah ada banyak madzhab kecil yang sebagian menyimpang (misalnya: Syiah Alawy yang mengkultuskan secara berlebihan Sayyidina Ali) yang itu telah disesatkan sejak awal oleh Syiah It’na Asyariyah (Syiah Imamiyah-Ja’fari) yang merupakan Syiah umum yang dianut oleh mayoritas Muslim-Syiah dunia dan seluruh Muslim Syiah di Indonesia.
Mereka tak tahu bahwa Syiah It’na Asyariyah (Syiah Imamiyah-Ja’fari) tak menyimpang, bahkan sangat dekat dengan ajaran Sunni, sehingga oleh Gus Dur sampai-sampai NU disebut sebagai Syiah kultural, karena besarnya sumbangan ajaran Syiah yang diadopsi Sunni-NU. Padahal, di Sunni ‘pun ada madzhab-madzhab kecil, yakni: Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi.
Kesepuluh, Syiah gagal dipahami karena para pembenci syiah suka menggeneralisir. Jadi, ketika mereka melihat tingkah salah seorang Syiah yang dianggapnya melanggar, bukan justru dinilai sebagai kelakuan oknum yang bertentangan dengan ajaran Syiahnya, melainkan dinilai sebagai bukti kesesatan mazhab Syiah. Padahal, hal semacam itu bisa terjadi pada semua penganut madzhab Islam.
Terkait ini, yang paling populer, misalnya, pelanggaran yang dilakukan Presiden Bassar Assad (Presiden Suriah) yang dituding sebagai pengikut Syiah (padahal ia penganut Sunni Alawy), dianggap sebagai pelanggaran Syiah. Padahal, ketika dulu Saddam Hussein sebagai Presiden Irak berlaku kejam, tak pernah hal itu dianggap sebagai kekejaman Sunni yang notabene adalah madzhab Saddam Hussein.
Itulah sepuluh diantara penyebab kegagalan sebagian Muslim memahami Syiah. Semoga tulisan ini bisa mengurai benang kusut kesalahpahaman sebagian Muslim kita terhadap Syiah.

Sumber : “10 Penyebab Kegagalan Memahami Syiah (by Husein Jafar Al-Hadar)” diakses dari http://misykat.net/