Kamis, 29 September 2016

Haji dan Filsafat nya

Haji 1:
SEPERTI BINTANG DI LANGIT
Seorang Kakek, (100 tahun) dan istrinya (86 tahun), sudah beberapa lama didera kegundahan sebab sampai setua itu belum dikaruniai keturunan. Tak henti-hentinya, kakek ini berdoa agar Tuhan mengkaruniainya keturunan. Suatu malam ketika ia dalam sedang berdoa didalam kemahnya, ada suara yang menyuruhnya keluar, “Sekarang, pandanglah langit dan hitunglah bintang-bintang di sana, bila engkau sanggup” Ia pun menatap langit dan terdengarlah suara, “sebanyak itulah anak keturunanmu nanti” (Kejadian 15:5)
Anda mungkin sudah tahu, Kakek yang kelak menjadi Bapak dari para Nabi ini adalah Ibrahim 'alaihi salam. Usai mendengar firman itu, Ia diizinkan untuk menikahi budaknya, bernama Hajar. Dari Hajar ini lahirlah seorang bayi: Ismail (artinya: Allah mendengar permohonanmu, Isma = mendengar, Eli = Tuhan). Bertahun kemudian, istri pertama Ibrahim, Sarah pun akhirnya mengandung juga dan lahirlah: Ishak (artinya: dia tertawa). Kelak, Ishak berputra Ya’qub di Kanaan (Palestina selatan) (Ya’qub ini dinamai Israel artinya = hamba Tuhan, Isra = hamba, Eli = Tuhan). Ya’qub berputra 12 orang, salah satunya kelak menjadi pemuda mbagus nganteng dambaan wanita, yang terdampar di Mesir dan jadi menteri disana, Yusuf ‘alaihi salam.
Kelak keturunan dari 12 orang putra Ya’qub (Bani Israel) itu diperbudak di Mesir oleh Fir'aun sampai kemudian diselamatkan oleh Nabiyullah: Musa dan Harun. Begitulah, keturunan Ibrahim tersebar sejak Ur Kaldia, Babilonia hingga Mesir, "tersebar seperti bintang-bintang di langit", turun temurun banyak yang diangkat menjadi Nabi atau Rasul yang lahir dari jalur Ishak sampai kemudian dipungkasi oleh Sang Ruhullah: Almasih ‘Isa ibn Maryam 'alaihi salam.

HAJI 2:
WARISAN CEMBURU 4000 TAHUN
Ismail yang bersih dan lucu itu membuat hati Ibrahim dipenuhi bunga. Tak henti-hentinya, sore hari usai Ibrahim beribadah, ia menggendong dan peluk keturunannya dari Hajar itu. Dan dari sinilah kisah Ismail bermula. Istri Ibrahim pertama, yang awalnya rela dimadu, mulai dihinggapi rasa cemburu. Lama ia bendung rasa itu tetapi akhirnya pecah juga. Api yang mulanya di dada, terucap jua akhirnya di mulutnya: “Ibrahim, silahkan pilih: Aku atau Hajar dan anaknya. Kalau pilih Aku, silahkan pisahkan Hajar dan Ismail, usir jauh dari sini. Bila kau pilih Hajar, biarlah aku yang pergi dari sini.”
Kakek tua yang sudah matang ditempa beribu cobaan ini tentu saja menolak kemauan istri pertamanya itu. Tapi Allah justru berkehendak lain, Ismail dan Ishak memang harus pisah, sebab dari keturunan mereka berdua kelak, Allah hendak menjadikan 2 bangsa yang besar Yahudi dan Arab yang menjadi sumber cerita dunia baik damai maupun konflik berabad-abad setelahnya.
Tahun 1948, pecah perang Arab-Israel. Meskipun hanya 6 hari, tetapi akibatnya masih terasa hingga saat ini. Wilayah Palestina makin menyempit, rakyat Palestina terbuang dari tanah airnya sendiri. Nasib-nya hampir seperti Hajar dan Ismail, yang terpaksa berpisah dengan Ibrahim, Suami dan Bapak yang sangat mereka cintai dan mencintai mereka. (Konon, nama Ibrahim pun berasal dari Aba = Bapak, Rahim = Pengasih).
Kiranya, "cemburu" Sarah kepada Hajar-lah yang kelak diwariskan kepada anak cucunya hinga 4000 tahun kemudian, anak turun mereka berkonflik terus hingga tak habis-habisnya...

Haji 3:
MATA AIR ZAMZAM DAN SI IKAN HIU
Maka akhirnya, Ibrahim mengantar istri dan buah hatinya itu ke arah selatan, ribuan kilometer lebih dari Kanaan (sekarang Palestina Selatan), 10 hari perjalanan unta, ke padang pasir di wilayah Hijaz, sekitar lembah Bakka (Mekah). Sampai di Mekah, Ibunda Ismail, Hajar, bingung, sebab sejauh mata memandang, yang ada padang pasir. Ia pun bertanya “Ibrahim, kamu hendak meninggalkan kami disini? Ini keinginanmu, untuk menyenangkan istri tuamu atau kehendak Allah.” Ibrahim menjawab “Ini kehendak Allah”. Budak Hitam dari Tanah Mesir ini meneguhkan dirinya “Oh kalau ini kehendak Allah, aku ridho, sungguh Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Dengan berlinang air mata, Ibrahim meninggalkan dua orang yang sangat dicintainya itu, ia berdoa seperti direkam Al Quran, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS Ibrahim 14:37)
Beberapa hari kemudian, bekal makan dan air minum mereka habis. Ismail yang masih orok mulai menangis. Hajar mulai bingung, sedih dan lapar. Sambil menangis Ibu ini berlari ke jajaran bukit-bukit batu yang mengelilingi lembah itu, berharap ada kafilah yang lewat dan memiliki air untuk mengobati haus mereka. Ia berlari bolak balik 7 kali antara dua bukit batu (kelak dikenal sebagai Shafa dan Marwah), tapi tak ada seorangpun disana, tak ada setetes pun air ia temui. Maka, ia balik lagi menemui bayinya. Ismail masih menangis dengan kerasnya.
Hajar yang hampir putus asa itu, terduduk disamping bayinya, tangisnya pecah, hatinya menjerit berdoa pada Allah. Allah Maha Melihat atas apa yang terjadi pada dua Ibu anak itu, Dia lalu memerintahkan Jibril untuk turun ke bumi, berdiri disamping Ismail. Ketika tangis Ismail mulai mengeras, ia menendang-nendangkan kakinya, dan disaat itu pula Jibril menghentakan kakinya ke bumi, dan…. terbitlah mata air disamping kaki kaki Ismail kecil. Jernih warnanya, segar rasanya, melimpah ruah jumlahnya. Inilah mata air mukjizat itu, buah dari doa tulus seorang Ibu dan kesucian seorang bayi: mata air yang kelak “dicicipi” oleh bermilyar penduduk bumi, tidak pernah kering sejak 4000 tahun yang lalu, Zamzam, "yang melimpah ruah"!
Bagi para kafilah di padang pasir, sumber air seperti Zamzam ini adalah harta karun. Maka daerah yang ditempati oleh Hajar dan anaknya itu menjadi makin ramai. Banyak kafilah dagang yang singgah dan menetap disitu. Kelak, salah satu kabilah dari selatan, klan Jurhum, akan menetap disitu dan menikahkan putri mereka dengan Ismail dan menurunkan klan paling terkenal dalam sejarah arab, "si ikan Hiu" alias Quraisy.

HAJI 4:
MINIATUR SIDRATUL MUNTAHA
Suatu saat ketika Ismail menganjak dewasa dan Ibrahim sedang menjenguk mereka, datang perintah Allah kepada mereka berdua untuk membangun kembali Ka’bah. Dikatakan membangun kembali, karena sebenarnya yang mendirikan Ka’bah pada mulanya adalah moyang manusia pertama yakni Adam. Kala itu, Adam yang kesepian karena diturunkan ke bumi pisah dengan Hawa, sering teringat dengan keindahan ibadah para Malaikat yang bertawaf mengelilingi Sidratul Muntaha. Ia pingin meniru Ibadah para malaikat itu, tetapi dimanakah Sidratul Muntaha dibumi ini? Allah Maha Pengasih! Dia mengutus Jibril mewahyukan pada Adam agar membangun “miniatur Sidratul Muntaha” di bumi, agar ia dan anak keturunannya kelak, dapat bertawaf mengelilingi bangunan itu. Adam melaksanakan perintah Tuhan, didirikannya sebuah bangun berbentuk kubus dengan batu hitam dari Surga disudutnya, Ka’bah!
Begitulah, Ka’bah menjadi tempat tawaf Adam dan keturunannya. Beberapa ratus tahun kemudian, bangunan itu mulai hilang ditutupi pasir, bahkan – mungkin zaman Nabi Nuh ‘alaihi salam, bangunan itu terendam banjir.
Sekarang, Ibrahim dan Ismail diperintahkan meninggikan bangunan tinggalan Kakek moyang mereka. Setelah beberapa hari, pekerjaan mereka selesai. Ibrahim berdiri di samping Ka’bah dan berdoa, sebagaimana direkam dalam Al Quran:
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al Baqarah 2:127-129)

HAJI 5:
SANG BATU PENJURU
Akhir doa itu menyebutkan permohonan agar dikalangan anak turun Ismail kelak, akan dibangkitkan seorang Rasul. Doa Ibrahim ini akan terwujud 2500 tahun kemudian: 12 Rabiulawal 53 tahun sebelum hijriah, bertepatan dengan Senin, 20 April 571 Masehi, lahir dari rahim Aminah, seorang anak lelaki yang dikemudian hari mengubah dunia! Sekarang, namanya diserukan dengan syahdu, oleh puluhan juta muadzin di masjid-masjid dan surau di seantero bumi. Setiap detik, setiap menit, tak henti-hentinya, milyaran mulut di antero bumi mendendangkan shalawat untuknya, membumbung suaranya menembus 7 lapis langit...
Kitab yang dibawanya, Al Quran adalah buku best seller dan paling banyak dibaca. sepanjang abad. Kisah hidupnya ditulis dengan amat teliti: bagaimana jalannya, duduknya, senyumnya bahkan berapa helai jenggotnya. Al Maqari mengarang tentang sandal-nya saja, sebuah buku setebal 500 halaman! Wujud paripurna dari doa Ibrahim dan batu penjuru dari sekalian nabi dan rasul ini adalah, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa alihi wa salam...

HAJI 6:
PARA TAMU ALLAH
Selesai bertawaf mengelilingi bangunan kuno tinggalan Adam yang baru mereka renovasi, Ibrahim mendapat perintah agar menyeru manusia untuk berhaji. Ibrahim heran, bagaimana orang bisa mendengar panggilan saya? Allah kemudian berfirman, “Serulah manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh! (QS Al Hajj 22:27)
Mematuhi perintah Allah – menurut sebuah riwayat – Ibrahim lalu berseru memanggil manusia untuk berhaji dengan seruan yang bisa didengar ruh anak Adam baik yang sudah lahir maupun yang belum sampai hari kiamat kelak! Siapa yang ruh-nya "menjawab seruan Ibrahim", niscaya dia akan pergi berhaji, sebaliknya yang ruh-nya "tidak menjawab" dia tak akan mampu berkunjung ke baitullah!
Haji adalah undangan dari Allah. Siapa yang diundang? Seluruh manusia, kita semua! Maka barangsiapa yang mau menjawab undangan itu, Allah-lah yang akan “mengurus kelancaran” perjalanan mereka. Para Haji adalah tamu Allah. dan karena menjadi tamu Allah, maka Allah menjamin bahwa, siapa yang menjawab seruan Ibrahim itu, maka orang itu akan datang, "ya’tuuka rijaalan", baik berjalan kaki, maupun "wa’alaa kulli dhaamirin", mengendarai unta yang kurus, lambang kesulitan perjalanan.
Anda mungkin pernah lihat, saudara-saudara kita yang bertawaf sambil ditandu, kakek nenek yang hampir mendekati jompo, yang penglihatan hampir kabur, yang tulang-tulangnya digerogoti asam urat dan reumatik, tetapi mereka tetap menjawab panggilan moyang mereka Ibrahim, undangan Tuhan untuk berhaji ke tanah suci. Ya’tiina min kulli fajjin ‘amiiq, datang dari pelosok negeri yang jauh. Dari Maroko sampai Merauke, dari Rusia sampai Australia!
Siapa pun yang hendak haji akan merasakan bahwa ada tangan-tangan tak terlihat yang membantunya, melimpahkan karunia Tuhan yang banyak bagi kelancaran proses hajinya, hingga seakan-akan tanah, air, bahkan angin ikut membantunya. Kalau disini, Anda pernah mendengar ada petani karet, mau naik haji, tiba-tiba sadapan karetnya deras sekali, Anda tidak perlu heran. Seorang tukang sapu disebuah universitas di Jakarta, tiba-tiba bisa terpilih undian naik haji dibiayai Universitasnya. Bahkan, Suhadi, tukang cukur di Malang, Jawa Timur, bisa naik haji dengan cara mengumpulkan rupiah demi rupiah hasil kerjanya!
Pesannya: Kalau tahu bahwa Haji itu tamu Allah, mosok sampeyan masih tega "mengkomersialisasi" penyelenggaraan haji, apalagi sampai berani "mengkorupsi" sumbangannya. hiks...

HAJI 7:
"MALAIKAT MENGHAJIKANMU SETIAP TAHUN"
Kisah Bekal Terbaik
Alhajju asyhurun ma’luumaatun, haji itu pada bulan-bulan yang telak diumumkan! Rentang bulan-bulan yang dimaksud adalah, sejak 1 Syawal sampai 13 Dzulhijjah. Walau rentangnya hampir 2 bulan setengah, tetapi puncak prosesi haji hanya berlangsung 5-6 hari yakni sejak 8 Dzulhijjah sampai 12-13 Dzulhijjah. Untuk menjalani proses yang hanya 5-6 hari itu, jutaan umat Islam diseluruh dunia, telah mempersiapkan dirinya sejak jauh hari sebelumnya, bahkan ada yang sepanjang rentang usianya.
“Seperti biasanya, Alquran senantiasa mengajak pikiran kita untuk bergerak dari yang material ke yang spiritual” Tulis Abdullah Yusuf Ali dalam The Meaning of Glorius Quran, “Bila kita memerlukan bekal untuk menempuh perjalanan di muka bumi ini, maka berapa banyak bekal harus Anda kumpulkan untuk menempuh perjalanan akhir ke dunia masa depan? Bekal terbaik adalah tetap berperilaku benar, dan ini tak lain adalah takwa!”
Untuk menempuh perjalanan ke Saudi Arabia dan memenuhi biaya hidup disana memang diperlukan dana yang tidak sedikit. Untuk menjalani ritual haji: Tawaf, Sai, Mabit di Mina, Melontar Jumrah dan lainnya, butuh fisik yang prima. Tetapi Haji adalah perjalanan fisik dan spiritual sekaligus. Karena itu, selain bekal material perlu juga Anda persiapkan bekal ruhani yang cukup, agar ziarah yang Anda lakukan bukan hanya pelesir ke tempat-tempat suci, pulang memborong oleh-oleh lalu menyandang gelar haji fulan atau hajjah fulanah. Anda musti mengumpulkan dana yang cukup untuk haji Anda. Di Indonesia, Anda boleh mengundang handai taulan sekampung untuk datang mendoakan Anda saat walimah safar. Anda siapkan ini itu untuk kenyamanan perjalanan Anda. Tetapi jangan lupa satu hal bahwa: menabung kebaikan dalam hidup yang benar atau takwa itulah yang paling penting harus Anda persiapkan! Allah menegaskan, watazawwaduu, fa-inna khayraz zaadit taqwaa, berbekalah, sungguh sebaik-baik bekal adalah taqwa! (QS al Baqarah :197)
Ada kisah indah tentang takwa ini. Namanya Abu Abdurrahman Abdullah bin Mubarak al-Hanzhalial al Marwazi, yang lahir tahun118 H/736 M. Orang memanggilnya Abdullah bin Mubarak. Ia ahli hadist, seorang sufi yang termasyhur, ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain dibidang gramaika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Ia meninggal dunia di kota Hit yang terletak ditepi sungai Eufrat pada tahun 181H/797 M.
Abdullah bin Mubarak menuturkan kisahnya.
Aku adalah seorang yang sangat suka menunaikan ibadah haji. Bahkan setiap tahun aku selalu berhaji. Pernah pada suatu hari, seperti biasanya setiap aku akan menunaikan ibadah haji, aku mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan keberangkatanku.
Aku pergi ke pasar unta dengan membawa lima ratus dinar untuk membeli seekor unta untuk perjalanan hajiku. Ternyata uangku tidak cukup untuk membeli seekor unta. Maka aku pulang kembali ke rumah. Namun di tengah perjalanan, aku melihat seorang wanita sedang berdiri di tempat sampah. Dia mengambil bangkai seekor ayam dan membersihkan bulu-bulunya, tanpa menyadari kehadiranku di dekatnya.
Aku menghampirinya dan berkata kepadanya, "Mengapa engkau melakukan ini, wahai hamba Allah?" Wanita itu menjawab, "Tinggalkan aku, dan urus saja urusanmu sendiri! Daging ini haram untukmu tetapi halal untukku" Aku berkata, "Demi Allah, beritahukan kepadaku keadaanmu yang sebenarnya!"
Wanita itu berkata, "Baiklah, akan kukatakan keadaanku yang sebenarnya karena engkau telah memaksaku dengan bersumpah atas nama Allah. Ketahuilah! Sesungguhnya aku adalah wanita Alawiyyah (keturunan nabi SAW). Aku mempunyai tiga orang anak kecil dan suamiku telah meninggal dunia. Sudah tiga hari ini, aku dan anak-anakku belum makan apa-apa. Aku sudah mencari sesuap nasi kemana-mana demi tiga orang anakku, namun aku tidak menemukannya selain bangkai ayam ini. Maka aku akan memasak bangkai ini karena ia halal untuk aku dan anak-anakku."
Ketika aku mendengar apa yang dikatakan wanita itu, sungguh bulu kudukku langsung berdiri tegak, hatiku terasa tersayat-sayat oleh derita mereka. Aku berkata dalam hati, "Wahai Ibnu Mubarak, HAJI MANA yang lebih mulia daripada menolong wanita ini?"
Kemudian aku berkata kepada wanita itu, "Wahai wanita Alawiyyah, sesungguhnya bangkai ayam ini telah diharamkan untukmu. Bukalah bungkusanmu, aku ingin memberimu dengan sedikit pemberian." Lalu wanita itu mengeluarkan sebuah bungkusan dan aku pun menumpahkan semua uang dinarku ke dalam bungkusan itu.
Wanita itu langsung berdiri tergesa-gesa karena bahagia dan dia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian aku pulang ke rumah, sementara keinginanku untuk pergi haji sudah pupus. Lalu aku menyibukkan diri dengan banyak istighfar dan beribadah kepada Allah.
Musim haji usai, rombongan haji pun balik ke tempatnya. Abdullah bin Mubarak mendatangi teman-temannya dan mendoakan agar haji mereka mabrur. Temannya pun menjawab sama "semoga hajimu pun mabrur juga duhai Abdullah bin Mubarak". Abdullah bin Mubarak bingung, bukankah dia tidak berangkat ke Mekah? Teman-temannya bercerita, bahwa saat mereka tawaf, sai, ataupun wukuf di Arafah, mereka pun melihat Abdullah bin Mubarak bersama mereka. ikut berhaji bersama teman-temannya.
Masih diselimuti kebingungan, malamnya Ibnu Mubarak mimpi bertemu Rasulullah SAW. Sang Nabi datang dan bersabda padanya: “Wahai Ibnu Mubarak, engkau telah memberikan uang dinarmu kepada salah seorang keturunanku. Engkau telah melapangkan kesusahannya dan engkau telah memperbaiki kondisinya dan anak-anaknya. Maka Allah telah mengutus malaikat dalam rupamu. Malaikat itu menunaikan haji untukmu setiap tahun. Dan pahala untukmu akan mengalir terus hingga hari kiamat."

HAJI 8:
IHRAM
Disuatu tempat yang telah ditentukan (miqat), jamaah memulai niat untuk haji atau umrah serta memulai ihram. Ihram berasal dari kata haram artinya larangan, yaitu memasuki keadaan, yang dalam keadaan itu orang harus mengenakan pakaian ihram, dan tak menjalankan perbuatan, yang biasanya dihalalkan.
Quran hanya menyebutkan tiga larangan saat Ihram yaitu rafats (berbicara tak senonoh), fusuq (caci maki dan berbuat fasik), dan ber-jidal (ribut berbantah-bantahan). Tiga-tiga-nya kelihatannya hanya urusan mulut yang terlihat remeh, tetapi siapa pun yang pernah naik haji akan membuktikan fakta di balik semua larangan itu. Di tanah suci, tempat doa demikian mujarab, apa yang terucap lewat mulut bisa "langsung dibayar kontan", manusia harus hati-hati dengan ucapan mereka. Kita banyak mendengar cerita ihwal para jemaah Haji yang “ditegur” oleh Allah “langsung” karena karena urusan keseleo lidah.
Warna baju ihram yang putih tanpa jahitan adalah hidup yang sederhana, tulus, atau tanpa pretensi. Itulah pakaian hidup yang sebenarnya. “Hanya ibadah haji sajalah yang dapat melaksanakan sesuatu yang tampak mustahil, yaitu berbagai manusia dari golongan dan negara mana pun, memakai pakain yang sama dan mengucapkan kalimah yang sama. Jadi ibadah haji membuat setiap orang Islam, sekali dalam seumur hidup, masuk dalam pintu gerbang persamaan derajat yang sempit, menuju ke arah persaudaraan yang luas. Tiap-tiap orang sama pada waktu lahir dan mati; cara-cara mereka hidup dan mati pun sama pula; tetapi ibadah haji adalah satu-satunya kesempatan yang mengajarkan bagaimana mereka menempuh hidup yang sama, dan mempunyai perasaan yang sama.” (Maulana Muhammad Ali)

HAJI 9:
YANG LEBIH MULIA DARI HAJAR ASWAD
Hajar aswad adalah "batu hitam" yang terletak di sudut sebelah tenggara Ka'bah, yaitu sudut dari mana Tawaf dimulai. Konon, batu ini merupakan jenis batu 'ruby' yang diturunkan Allah dari surga melalui malaikat Jibril. Hajar Aswad yang diyakini aslinya berupa sebongkah batu pernah hancur - sewaktu Ka'bah di "bom" oleh pasukan khalifah Abdul Malik bin Marwan saat menumpas perlawanan Ibn zubair - dan telah terpecah menjadi delapan keping yang yang terpaksa digabung kembali dan diikat dengan lingkaran perak.
Batu hitam itu sudah licin karena terus menerus dikecup, dicium dan diusap-usap oleh jutaan bahkan milyaran manusia sejak nabi Adam, yang datang ke Baitullah baik untuk Haji maupun untuk tujuan UMRAH. Harap dicatat bahwa panggilan Haji telah berlangsung sejak lama yaitu sejak Nabi Adam AS. Bahkan masyarakat jahiliah yang musyrik dan penyembah berhala pun masih secara setia melayani Jama'ah Haji yang datang tiap tahun dan berbagai belahan dunia. "Batu itu dulunya putih" ujar Rasulullah, "dosa-dosa anak Adam menghitamkannya"
Setiap musim haji, disamping ritual tawaf yang biasa dilakukan, Hajar aswad ini menjadi "incaran" jutaan jemaah haji untuk mereka cium atau bahkan beri salam dari kejauhan. Seorang yang baru pulang berhaji, akan begitu bahagia - sekaligus bangga - kala bercerita, bahwa dia bisa mencium Hajar Aswad ini. Batu ini dianggap "begitu mulia", sehingga sangat banyak manusia "berebutan", ingin "mencium kemuliaannya". Tetapi, ada yang lebih mulia dari Hajar Aswad ini.
Marilah kita dengar cerita Ibnu Umar ra. berikut ini. Ia pernah melihat Rasulullah saw. mengelilingi Ka’bah. Ia mendengar Nabi berkata, mengajak bicara dengan Ka’bah, “Betapa indahnya engkau, dan betapa harumnya keagunganmu. Tapi, demi yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya kehormatan orang Islam lebih besar di sisi Allah. Lebih mulia dari pada kehormatanmu. Hartanya, darahnya, harus dihormati. Dan tidak boleh berprasangka apa pun kepadanya kecuali yang baik saja.” (Tafsir Al-Durr al-Mantsur 7:565)
Pesannya: Hati adalah bait Allah dalam diri manusia. karena itu, hormatilah sesama manusia, muliakan sesamamu. Jangan sekali meremehkan, menghina, dan menyakiti hati orang lain. Siapa pun yang menyakiti hati sesamanya berarti sedang menghancurkan rumah Tuhan (bait Allah) dihati mereka.

HAJI 10:
SA’I
Kata sa’iyun berarti lari, dan menurut syari’at Islam, sa’i berarti berlari-larinya jamaah haji antara dua bukit yang letaknya di kota Makkah, yang disebut Shafa dan Marwah. Qur’an menerangkan ihwal sai ini dalam sebuah ayatnya, “sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah, maka barangsiapa menunaikan ibadah haji atau ‘umrah ke Rumah Suci, tak ada dosa baginya jika ia mengelilingi keduanya” (QS Al Baqarah:158).
Masih ingat dengan kisah Ibunda Ismail, Hajar yang berlari di antara dua bukit untuk mencari air? Dahulu kala, saat Hajar hidup, dua bukit itu masih berupa bukit terjal. Sekarang antara Shafa dan Marwah sudah dihubungkan dengan lantai halus berkeramik. Jarak Shafa dan Marwah sekitar 400 meter, bila itu ditempuh 7 kali bolak-balik hanya sekitar 2,8 kilometer. Sa’i, adalah perlambang ihwal kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi kesukaran dan cobaan. Seperti Hajar, kita harus memastikan bahwa setiap usaha kita hendaknya dimulai dari niat yang Shafa (kesucian) agar kelak mencapai Marwah (kesuksesan), bahkah dengan kemurahan-Nya kita akan mendapatkan zamzam (hasil yang melimpah ruah!)

HAJI 11
YAUMUT TARWIYAH DI MINA
Thawaf dan sa’i adalah ibadah yang mula-mula harus dijalankan oleh setiap jamaah haji pada waktu ia tiba di Makkah, baik ia berniat untuk menjalankan ‘umrah atau haji saja, atau menggabungkan haji dan ‘umrah secara qiran atau tamattu’. Apabila jamaah haji menjalankan ibadah ‘umrah saja, atau menggabungkan haji dan ‘umrah secara tamattu’, maka setelah selesai menjalankan ‘umrah, ia keluar dari keadaan ihram; dan ia baru menjalankan ibadah haji yang sesungguhnya pada 8 Dzulhijjah, tatkala seluruh jamaah haji, laksana lautan manusia bergerak bersama-sama ke Mina (11 km sebelah timur Mekah).
Mina memiliki arti historis yang penting karena dahulu, disinilah Rasulullah dibaiat oleh 60 orang pemeluk islam awal dari Yatsrib, kaum yang kemudian menjadi penyokong dakwah Islam yang paling gigih.
Tanggal 8 Dzulhijjah disebut yaumut-tarwiyah, hari tarwiyah (makna aslinya saat siraman atau saat memuaskan dahaga), karena pada hari itu seluruh jamaah haji menyediakan air, guna hari-hari berikutnya, atau karena saat itulah dimulainya ibadah haji yang sesungguhnya yang akan mendatangkan kepuasan rohani bagi mereka. Di Mina ini, para jamaah bermalam (mabit), dan esok harinya, tanggal 9 Dzulhijjah, tengah hari, mereka berangkat ke padang ‘Arafah.

HAJI 12:
WUQUF DI ‘ARAFAH
‘Arafah adalah padang pasir yang terletak 26 km arah timur Makah. Luas padang pasir Arafah sekitar 4×2 km atau 800 hektar. Kalau 1 orang butuh tempat 1 m2, maka Arafah bisa menampung 8 juta orang. Karena Rasulullah pernah bersabda bahwa bahwa “seluruh arafah adalah tempat wukuf”, maka ‘Arafah akan penuh jika jumlah jamaah haji sudah 3 kali lipat dari sekarang.
Mengapa tempat ini disebut ‘Arafah yang artinya pengenalan? Gerangan di sinilah dahulu Bapak dan Ibu kita, Adam dan Hawa bertemu setelah lama berpisah. Di sini juga, Ibrahim as., dituntun oleh malaikat Jibril yang berkata, “Tempat ini bernama pengenalan ‘Arafah, maka kenalilah manasik hajimu”. Disini jugalah, para jamaah haji Wuquf (artinya bediam diri) untuk berdzikir, berdoa, sampai matahari terbenam, sehingga mereka dikaruniai ma’rifah oleh Allah Azza wa Jala...
Arafah inilah, miniatur dari padang al Mahsyar... di sini, seluruh jamaah haji berkumpul disatu tempat, di satu waktu, semuanya berdiam diri (wukuf), mencapai keheningan dalam batin, sehingga Tuhan mengkaruniai mereka makrifat...
Nabi saw wukuf di Arafah, disaat matahari hampir terbenam , beliau berkata: “Wahai Bilal suruhlah umat manusia mendengarkan saya. “Maka Bilal pun berdiri seraya berkata, “Dengarkanlah Rasulullah saw, maka mereka mendengarkan, lalu Nabi bersabda: “Wahai umat manusia, baru saja Jibril a.s, datang kepadaku,maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia mengatakan; “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di Arafah , dan orang-orang yang bermalam di Masy’aril Haram (Muzdalifah) , dan menjamin membebaskan mereka dari tuntunan balasan dan dosa-dosa mereka. Umar ibn Khattab pun berdiri dan bertanya, "Ya Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja?" Rasulullah menjawab, "Ini untukmu dan untuk orang-orang yang datang sesudah mu hingga hari kiamat..."

Anda sudah berhaji dengan FALSAFAH seperti tulisan di atas? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar